TUGAS EPIDEMIOLOGI
|
“PRESENTASE
PENDERITA NON POLIO AFP DI INDONESIA PADA TAHUN 2008-2012”
|
|
|
RAHAYU
DANAR WIGATI
|
201466002
|
|
FAKULTAS FISIOTERAPI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA-2016
“PRESENTASE PENDERITA NON POLIO AFP DI INDONESIA
PADA TAHUN 2008-2012”
A.
PENDAHULUAN
Penyakit
polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa
penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan polivirus (PV), masuk ke tubuh
melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah
dan mengalir ke sistem saraf purat mennyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (QQ Scarlet, 2008). Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok
umur, namun kelompok umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun. Infeksi oleh
golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada wanita. WHO
memperkirakan adanya 140.000 kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh
poliomyelitis sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang
menderita lumpuh akibat polio diperkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma,
2007). Pemenuhan kriteria telah ditetapkan WHO dan berhubungan dengan
persyaratan spesimen tinja untuk diuji di laboratorium. Hal yang berhubungan
dengan spesimen tinja surveilans AFP
antara lain ketepatan waktu pengambilan sampel yang optimum.
Acute flaccidity paralisys (AFP) atau lumpuh layu adlaah
kelumpuhan yang bersifat layu (flaccid), terjadi dalam waktu kurang dari 14
hari yang bukan disebabkan oleh trauma. Lumpuh layu disebabkan oleh gangguan lower motor neuron, yaitu pada bagian
badan sel di cornu anterior medula spinalis, saraf tepi sambungan saraf otot,
atau otot. AFP adalah kasus lumpuh layu yang belum tentu diakibatkan oleh
penyebab penyakit polio.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan
terhadap semua kasus AFP pada nak usia <15 tahun yang merupakan kelompok
rentan terhadap penyakit polio, dalam upaya untuk menemukan adanya transmisi
polio liar. Tujuan surveilans AFP
antara lain mengidentifikasi daerah yang beresiko terjadinya transmisi virus
polio liar, memantau perkembangan program eradikasi polio, dan membuktikan
Indonesia bebas polio.
B.
GRAFIK
Surveilans AFP tersebut dilaksanakan dalam dua hal, surveilans
berbasis masyarakat maupun surveilans berbasis rumah sakit. Dalam hal ini ada
dua indikator utama kinerja surveilans AFP sesuai standar sertifikasi yaitu:
1.
Non Polio AFP rate minimal 2/100.000 populasi anak usia <15
tahun
2.
Presentase
spesimen adekuat minimal 80%
Gambar 2.A.1.1
Pencapaian Non
Polio AFP Rate Per 100.000 Anak Usia < 15 Tahun
Menurut Provinsi
Tahun 2012
Non Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh
akut yang diduga kasus polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium
bukan kasus polio. Secara nasional, non polio AFP rate pada tahun 2012 telah
memenuhi target yaitu 2,77/100.000 populasi anak <15 tahun. Namun, ada satu
provinsi yang masih belum mencapai target yaitu Maluku Utara.
Grafik
2.A.1.1
Trend
Capaian Indikator Kinerja Surveilans AFP di Indonesia
Tahun 2008 sd 2012
Dari
grafik diatas dapat kita simpulkan. Dalam 5 tahun (2008-2012) surveilans AFP cukup baik. Non Polio
AFP rate mampu mencapai tarhet yang ditetapkan dan cenderung meningkat pada
tahun 2012. Untuk spesimen adekuat, indikator tersebut telah mencapai target
(>80%) dan mengalami peningkatan pada 2008-2012 masih berada dibawah target
(<90%).
Berdasarkan
surveilans AFP, kasus non polio AFP rate menunjukkan data tertinggi pada tahun
2012 yaitu berkisar 2,77. Kasus AFP yang terjadi dimasyarakat sebagian besar
terjadi bukan karena penyakit polio
C. ACUTE
FLACCID PARALYSIS (AFP)
Definisi
kasus AFP adalah kelumpuhan flaccid (layuh
tanpa penyebab lain pada ana kurang dari 15 tahun. Flaccid paralysis terjadi pada kurang dari 1% dari infeksi polivirus dan lebih dari 90 % infeksi
tanpa gejala atau dengan demam tidak spesifik. Meningitis aseptik mucul pada
sekitar 1% dari infeksi (Cono, J and L.N.,2002).
Gejala
klinis minor berupa demam, sakit kepala, mual dan muntah. Apabila penyakit
berlanjut ke gejala mayor, timbul nyeri otot berat, kaku kuduk dan punggung,
serta dapat menjadi flaccid paralysis. Kelumpuhan
yang terjadi secara akut adalah perkembangan kelumpuhan yang berlangsung cepat
(rapid progressive) antara 1-14 hari
sejak terjadinya gejala awal (rasa nyeri, kesemutan, rasa kebas) sampai
kelumpuhan maksimal. Sedangkan kelumpuhan flaccid
adalah kelumpuhan yang bersifat lunglai, lemas atau layuh bukan kaku, atau
terjadi penurunan tonus otot (RSPI, 2004).
Di
negara endemis tinggi, kasus polio yang sangat khas dapat dikenal secara
klinis. Di negara dimana polio tidak ada atau terjadi pada tingkat prevalensi
yang rendah, poliomyelitis harus
dibedakan denga paralysis lain dengan melakukan isolasi virus dan tinja. Enterovirus lain (tipe 70 dan 71), echovirus dan coxaxkievirus dapat
menyebabkan kesakitan menyerupai paralytic
poliomyelitis (Rahardjo, 1991).
1. Penyakit Penyebab AFP
a. Polio Myelitis Anterior
Akut
Polio Myelitis Anterior Akut adalah
suatu penyakit yang menyebabkan kerusaka pada sel motorik pada jaringan saraf
di tulang punggung dan batang otak. Penyakit lebih banyak disebabkan oleh virus
polio tetapi bisa juga disebabkan virus lain (WHO 1994 dalam Arifah, 1998).
Penyakit yang termasuk poliomyelitis anterior akut diantaranya virus polio,
virus non polio, VAPP.
b. Guillan Bare Syndrom
(GBS)
Guillan Bare Syndrom (GBS) adalah
salah satu penyakit saraf, juga merupakan salah satu polioneuropati, karena
hingga sekarang beum dapat dipastikan penyebabnya. Namun karena kebanyakan
kasus terjadi sesudah proses infeksi, diduga GBS terjadi karena sistem
kekebalan tidak berfungsi. Gejalanya adlaah kelemahan otot (parase hingga
plegia), biasanya perlahan, mulai dari bawah ke ata. Jadi gejala awalnya
bisanya tidak bisa berjalan, atau gangguan berjalan. Sebaliknya, penyembuhan
diawali dari bagian atas tubuh ke bawah, sehingga bila ada gejala sisa biasanya
gangguan berjalan (Fredericks et all, dalam Ikatan Fisioterapi Indonesia, 2007)
c. Myelitis Trensvers
Myelitis Trensvers memiliki
gejala khas yaitu gangguan sesoris sesuai tingkat kerusakan, gangguan proses
berkemih dan defekasi, sering sakit yang berhubungan dengan pinggang.
2. Surveilans AFP
Skema Klasifikasi Virologi AFP
Kasus polio pasti (comfirmed polio case) adalah kasus AFP
yang pada hasil pemeriksaan tinjanya di laboratorium ditemukan Virus Polio Liar
(VPL), cVDPV (circulating Vaccine Derived
Polio Virus), atau hot case dnegan
salah satu spesipemn kontak positif VPL. Sedangkan kasus polio kompatibel
adalah kasus AFP yang tidak cukup bukti untuk diklarifikasikan sebagai kasus
non polio secara laboratoris (virologis) yang dikarenakan antara lain spesimen
tidak adekuat dan terdapat paralysis residual pada kunjungan ulang 60 hari
setelah terjadinya kelumpuhan serta spesimen tidak adekuat dan kasus meninggal
atau hilang sebelum dilakukan kunjungan ulang 60 hari (Ditjen PP & PL,
2007).
D. PERAN
FISIOTERAPI DALAM KASUS AFP
Definisi kasus
AFP adalah kelumpuhan flaccid (layuh
tanpa penyebab lain pada ana kurang dari 15 tahun. Flaccid paralysis terjadi pada kurang dari 1% dari infeksi polivirus dan lebih dari 90 % infeksi
tanpa gejala atau dengan demam tidak spesifik. Meningitis aseptik mucul pada
sekitar 1% dari infeksi (Cono, J and L.N.,2002).
Fisioterapi
merupakan salah satu pelaksana kesehatan yang ikut serta berperan dan bertanggung
jawab dalam peningkatan derajat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan upaya
pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif, sehingga dapat terwujud Indonesia sehat 2010 (WCPT, 1999).
Peran
fisioterapi dengan melakukan intervensi, agara klien dapat melakukan Activity Daily Living (ADL) secara
mandiri, memperbaiki pola berjalan, mencegah atrofi otot/deformitas pada
jaringan lainnya.
E. KESIMPULAN
Dilakukannnya
Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio juga berkaitan dengan usaha mencegah
semakin meningkatnya penderita AFP di Indonesia terutama anak usia <15
tahun. Namun, tidak semua AFP disebabkan oleh polio namun terdapat beberapa
penyakit yang menyebabkan AFP. Penyakit AFP yang menyerang Lower Motor Neuron
ini berdampak dengan kelumpuhan yang dirasakan oleh penderitanya. Sebagai
tenaga fisioterapi, goal point pada kasus flaccid paralysis antara lain
mencegah terjadinya perubahan pada jaringang yang terserang, meningkatan
activity daily living klien, mencegah deformitas, dll.